Epilog ini tercipta atas kerja sama dengan Feba Sukmana.

Untuk proyek I Love Banda, Isabelle Boon memotret enam anak muda Banda dari tahun 2016 sampai 2019. Seiring waktu, ia menjalin ikatan khusus dengan anak-anak muda ini: Mega Vani, Karis, Ulfa, Ode, Nabila dan Nyellow. Ambisi, impian, dan ide-ide mereka adalah jantung proyek ini. Bagaimana kabar mereka sekarang? Bagaimana pandemi memengaruhi kehidupan mereka, dan bagaimana mereka menengok kembali pengalaman mereka dalam I Love Banda? Epilog ini tercipta atas kerja sama dengan Feba Sukmana.

Nyellow

Ketika berkaraoke, Nyellow bernyanyi tentang kehidupan. Bersama sahabatnya Azwar, ia rutin pergi ke kafe Belgica.

Kabar saya baik! Saat ini, saya sedang di Banda Neira. Akhir-akhir ini saya sering pergi ke laut untuk memancing. Saya mulai bekerja sebagai tenaga panggilan untuk menghasilkan uang tambahan. Saya bekerja di perahu bersama sekelompok laki-laki. Kami mengeluarkan ikan yang tertangkap dari jaring dan membersihkannya. Selain itu, kami juga melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Saya biasanya menggunakan uang tambahan ini untuk makan di luar atau membeli rokok. Minimal agar saya masih bisa melakukan hal-hal kecil yang menyenangkan selama masa sulit ini.

Saya juga mengajarkan anak-anak Banda menyelam bersama Rafael, seorang teman dari Spanyol. Ini adalah kali pertama saya benar-benar mengajar. Saya punya pengalaman lebih dari 5 tahun sebagai divemaster, tetapi sekarang saya sudah mempunyai sertifikat instruktur. Menurut saya, melatih anak-anak adalah sesuatu yang luar biasa. Selain itu, bayarannya juga tidak buruk. Pariwisata di Banda hancur akibat pandemi. Kami sangat terpengaruh situasi ini. Dulu saya menyelam setiap hari dan merasa seperti sedang berlibur sambil bekerja, tetapi sekarang saya harus pergi memancing untuk menghasilkan uang. Di sisi lain, covid-19 sangat membantu Ibu Pertiwi agar ia bisa beristirahat panjang.

Saya tentunya sangat bangga telah menjadi bagian dari proyek Isabelle. […] di satu sisi saya bangga, tetapi di sisi lain, saya juga agak sungkan dengan segala perhatian yang saya terima. Jadi, terkadang saya tidak tahu bagaimana harus bersikap. Emosi seperti ini asing untuk saya. Hal yang menurut saya paling istimewa dalam buku Isabelle adalah caranya menggambarkan orang tua saya. Itu sangat berarti, karena orang tua adalah segalanya bagi saya.
 

Ulfa

Ulfa telah mewujudkan salah satu mimpinya, ia berkuliah bahasa Inggris di Jakarta.

Rutinitasku sehari-hari adalah sebagai berikut: siang hari aku pergi ke kampus [di Jakarta, red.], sore aku beristirahat, malam hari aku mengerjakan tugas kuliah atau belajar. Pada hari libur, terkadang aku keluar. Jika tidak pergi, aku di kamar saja dan menghabiskan waktu di media sosial. Untungnya, aku masih bisa bertemu dengan teman-teman dan aku baik-baik saja.

Untuk proyek I Love Banda, Isabelle Boon memotret enam anak muda Banda dari tahun 2016 sampai 2019. Seiring waktu, ia menjalin ikatan khusus dengan anak-anak muda ini: Mega Vani, Karis, Ulfa, Ode, Nabila dan Nyellow. Ambisi, impian, dan ide-ide mereka adalah jantung proyek ini. Bagaimana kabar mereka sekarang? Bagaimana pandemi memengaruhi kehidupan mereka, dan bagaimana mereka menengok kembali pengalaman mereka dalam I Love Banda? Epilog ini tercipta atas kerja sama dengan Feba Sukmana.   

Syukurnya aku sehat, dan aku senang bisa pulang sebentar ke Banda Januari lalu. Di sana, aku membantu orang tua menjual kue yang dibuat ibuku, mandi di laut, makan ikan segar, dan melakukan berbagai hal lainnya yang sangat saya rindukan.

Efek terbesar pandemi bagiku adalah pembatasan kontak sosial. Pada awalnya, rasanya santai karena aku tidak perlu meninggalkan rumah. Namun, lama-kelamaan berada di rumah terus terasa membosankan dan melelahkan. Covid-19 membuatku lebih sabar dan aku jadi lebih menghargai waktu bersama teman dan keluarga.

Pertemuanku dengan Isabelle merupakan pengalaman yang paling istimewa dalam hidupku. Isabelle memotretku dengan cara unik dan apa adanya. Ini adalah gambaran hidupku yang jujur dan sebenar-benarnya. Aku sangat berterima kasih atas kerja keras dan usaha Isabelle. Aku juga berterima kasih kepada orang-orang yang meluangkan waktu untuk menengok cerita kami, anak muda Banda. Bagiku, I Love Banda adalah sebuah pengingat untuk terus belajar dan berjuang. Ketika membaca kembali kata-kataku di buku itu, aku merasa bahwa saat itu aku masih sangat naif. Waktu itu, aku lebih keras kepala daripada sekarang, egoku sangat dominan. Di dalam buku itu, aku bercerita tentang cita-citaku, dan hingga hari ini, aku berusaha tetap berpegang pada kata-kataku saat itu.
 

Nabila

Nabila di hutan pala, di belakang rumah orangdi Pulau Ai (Foto diri yang jadi favorit Nabila).

Aku baik-baik saja. Aku masih tinggal di Banda dan telah menjadi seorang ibu. Jadi, sekarang aku mengurus keluarga sepanjang waktu. Aku sangat bersyukur kepada Yesus atas kelahiran putriku, karena prosesnya tidak mudah. Saat hamil 3 bulan, aku jatuh ketika sedang menimba air dari sumur. Aku dirawat di rumah sakit selama 3 hari. Periode itu adalah masa yang sulit. Aku berserah diri dan mengharapkan keajaiban dari Yesus. Akhirnya aku diizinkan untuk pulang.
Selama kehamilan, aku sangat berhati-hati dan berdoa kepada Tuhan agar bayiku tetap kuat. Persalinanku sangat menyakitkan dan aku dirawat di rumah sakit selama dua hari. Syukurnya, aku dan bayiku sama-sama sehat. Bayiku lahir pada hari Minggu dan bernama Fergita Elshifra Ginzel yang artinya: bayi air tempatku menimba kekuatan.

Aku bertemu dengan suamiku di sebuah gereja tua di Banda Neira. Ia menatapku lama sekali, itu membuatku sebal. Ia terus menunjukkan kepadaku bahwa ia mencintaiku. Ia melamarku di gereja yang sama. Hatiku pun meleleh. Ia adalah cinta pertamaku (sekaligus terakhir). Ia sangat manis, dan meskipun ia 10 tahun lebih tua dariku, aku percaya bahwa Tuhan telah mengirimkannya untukku. Dari kesal menjadi cinta, begitulah ceritaku. 

Aku bangga telah menjadi bagian dari proyek ini. Masa-masa itu sangat istimewa bagiku. Terima kasih Isabella, sudah memotretku dalam foto-foto cantik yang istimewa. Foto favoritku adalah foto di mana aku sedang melompat bahagia dengan latar belakang pohon pala yang hijau. Aku sayang Isabelle.
 

Ode

Push-up, high kick, merangkak melewati deburan ombak. Bagi Ode, pantai Malole adalah tempat ideal untuk berolahraga. (Foto diri yang jadi favorit Ode).

Saya baik-baik saja. Saat ini, saya bekerja di sebuah perusahaan navigasi di Ambon, tetapi saya ditempatkan di Banda Naira. Saya bekerja sebagai pegawai sementara dan memadukan pekerjaan ini dengan kuliah saya. Selain bekerja di kantor, saya juga menjadi sopir ojek. Dan pada sore hari, terkadang saya masih punya sedikit waktu untuk bermain sepakbola.

Syukurnya, Banda termasuk dalam zona hijau [kawasan aman tanpa/dengan angka infeksi covid-19 yang rendah, red.]. Tetapi akibat virus covid-19, bepergian dari Banda tidak lagi mudah. Sulit sekali meninggalkan Banda, karena banyak dokumen yang harus diurus. Selama pandemi, saya merasa ruang gerak saya terbatas. Kita tidak diperbolehkan untuk berkumpul, bersosialisasi. Mencari uang juga jadi lebih susah. 

Saya merasa sangat senang tiap kali melihat foto-foto saya di buku I Love Banda. Saya juga sangat bangga karena dari semua anak muda di Banda, saya terpilih menjadi salah satu anak muda di dalam proyek ini. Saya merasa sangat bahagia foto-foto saya pernah dipajang di Museum Maritim di Amsterdam. Foto favorit saya adalah foto di mana saya melompat ke dalam laut. Foto itu dibuat di pantai Malole, dengan pemandangannya yang sangat indah. Saya sangat menyukai foto ini, dan saya merasa senang jika melihatnya.

l Love Banda merupakan sarana untuk mempromosikan Banda. Saya tahu, Banda sudah terkenal, bahkan sejak zaman kolonial, tetapi buku foto ini memperlihatkan Banda yang modern kepada orang Belanda dan orang asing lainnya. Merupakan suatu kehormatan bagi kami, anak muda Banda, untuk membicarakan Banda masa kini. Terima kasih banyak, Miss, sudah mengangkat (pemikiran) para pemuda Banda. Semoga ke depannya, Banda akan menjadi lebih baik dari sekarang.

Mega Vani

Kompleks sekolah Mega Vani dibangun di atas fondasi rumah sakit Belanda tua. Di halamannya terdapat beberapa lapangan olahraga tempat Mega Vani bermain bola voli setiap hari.

Sekarang aku tinggal di Ambon dan kuliah farmasi. Kabarku baik-baik saja. Tadinya, menjadi bidan adalah impianku. Ibu dan ayahku juga ingin agar aku menjadi bidan. Namun, akhirnya aku memilih berkuliah farmasi. Aku berubah pikiran karena tidak kuat melihat darah atau luka, sementara seorang bidan harus menghadapi hal itu setiap hari. Menurutku, farmasi itu menyenangkan karena aku belajar banyak tentang obat-obatan. Jika tidak sedang belajar, aku biasanya bersantai di kamar. 

Meskipun sedang pandemi, di sini semuanya baik-baik saja. Kita hanya harus mengikuti peraturan, seperti menjaga jarak dan mengenakan masker. Namun, aktivitasku berkurang akibat covid-19. Kuliah tatap muka di kampus, misalnya, tidak berlangsung setiap hari.

Aku merasa sangat senang sudah terlibat di dalam buku ini. Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada Miss Isabelle karena telah memilihku sebagai salah satu anak muda dalam proyek ini. Foto favoritku di buku ini adalah foto di mana aku mengikat tali sepatu di sekolah. Foto ini unik dan menampilkanku sebagai siswa sekolah menengah. Foto ini menggambarkan kisahku dengan sempurna: seorang siswa yang ingin belajar farmasi. Di dalam foto ini terlihat keberanian dan tekadku meraih kesuksesan.

Karis

Karis tinggal bersama orang tua, saudara laki-laki, dan keluarga kecilnya di kampung Tanah Rata, yang terletak di belakang Papenberg, titik tertinggi di Pulau Banda dengan ketinggian 250 meter.

Setiap hari, saya bekerja sebagai tukang ojek. Kalau penumpang sedang sedikit, saya juga pergi memancing di laut. Bersama 30 sampai 40 orang lainnya, kamu membawa sebuah jaring besar. Saya sudah tidak lagi bekerja di hotel Cilu Bintang.

Apa pun yang bisa saya lakukan, akan saya lakukan untuk menghidupi keluarga saya dengan halal. Kalau saja tidak ada virus covid-19, hidup kami pasti jauh lebih baik, tetapi sayangnya, sejauh ini masih belum ada perubahan. Saat ini, mencari uang menjadi lebih susah dan harga bahan pangan naik. 

Saya bahagia telah menjadi seorang ayah, dan saya juga bangga sudah bisa memberikan seorang cucu untuk ibu saya. Memiliki anak memang melelahkan, tetapi saya sudah berkomitmen untuk menjadi ayah yang baik. Seorang ayah yang baik tidak pernah menyerah, betapa pun sulitnya keadaan. Saya bertanggung jawab untuk menjaga keluarga saya.

Saya dan keluarga saya sangat bangga dan senang telah berkesempatan untuk bekerja sama denganmu, Isabelle. Saya dan keluarga sangat berterima kasih karena melalui kamu, orang asing jadi bisa mendengar/melihat kisahku. Ini bukan pengalaman biasa.

Untuk proyek I Love Banda, Isabelle Boon memotret enam anak muda Banda dari tahun 2016 sampai 2019. Seiring waktu, ia menjalin ikatan khusus dengan anak-anak muda ini: Mega Vani, Karis, Ulfa, Ode, Nabila dan Nyellow. Ambisi, impian, dan ide-ide mereka adalah jantung proyek ini. Bagaimana kabar mereka sekarang? Bagaimana pandemi memengaruhi kehidupan mereka, dan bagaimana mereka menengok kembali pengalaman mereka dalam I Love Banda? Epilog ini tercipta atas kerja sama dengan Feba Sukmana.